Pondok Pesantren Awaluddin Kuo", Sore
jum’at itu aku duduk memandang langit yang ada diatas pondok pesantren
Awaluddin Kuo, langit yang ku pandangan begitu menyejukkan mata, awan putih
yang berarak dan menumpahkan hujan kemuka bumi ini begitu derasnya mempunyai
nilai tersendiri dan kekaguman dalam hatiku, dengan nafas panjang aku berkata,
begitu suci Engka Ya Allah.swt. rahmat-Mu meliputi segenap ciptaan-Mu. sore
itu aku tidak melihat dua ekor
burung yang selalu bertengger dikabal depan pondokku, aku bertanya dalam hati kemana burung yang selalu
istikomah waktu yang selalu sempat berkunjung ketempatku ini, namun sementara
aku menulis dan berbalik kearah jendela dibelakang tempatku menulis, aku melihat seekor
burung itu telah bertengger diatas kabal dibawah curah hujan yang begitu lebat
dan deras.entah kebahagian darimana
yang timbul dalam hatiku,aku bertanya dalam
hati kemana burung yang satunya pergi, mengapa ia tak datang bersama temannya, apakah dia kecewa sehingga meninggalkan
teman,kekasih atau sahabatnya, apakah kekecewaan itu harus berujung pada sebuah
perpisahan yang akhirnya akan meyisakan sayatan-sayatan kecil dalam hati
sehingga luka itu semakin parah dan susah untuk bisa disembuhkan.
Begitu
kuasa engkau Ya Allah, yang telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna. Burung
yang tidak kau anugrahi akalpun bisa istikomah apalagi manuasia yang engkau
ciptakan dengan segala kelebihanya.diatas sana burung berterbangan begitu
banyak mengisasi langit Mu,
burng-burung itu memuji akan karunia dan nikamat yang Engkau beriakan ,
dan dibumi-Mu
cucu-cucu Adampun bermain dengan riang seakan-akan kehidupan untuk ahri esok
sudah tak ada lagi,yang ada hanya
tawa riang kebahagian, sehingga melupakan segalanya, setelah hujan reda semua
beranjak pulang dan sebagian menyimpan kenangan kebahagian di hati dan
sebahagian hanya menyisakan sayatan perpisah, karana keinginan masih ingin
bersama dengan saudara,sahabat kekasih, namun waktu jua yang memisahkan mereka,
Ya Allah,Ya Tuhanku tiada
sia-sia Engkau ciptakan ini semua.
Setelah
menulis paragraph diatas lalu aku menoleh kembali kejendela dibelakangku, untuk
memastikan burung yang satu masih setia menunggu teman, sahabat atau mungkin itu sekeping hatinya,dan
aku tertegun dan riang menyaksikan apa yang aku lihat, seekor burung yang
satunya telah datang, aku lalu berkata dalam hatiku tiada sia-sia penantianmu
makhluk Allah, penantianmu telah berujung pada sebuah pertemuan. engkau bahagia, tetapi aku lebih
bahagia karna masih dapat
menyaksikan kekuasan tuhanku disore hari ini.aku terdiam membisu dan berharap kepada Allah,Swt agar hati ini tetap
dijaga menghadap kepada-Nya dan tidak pernah berpaling kepada makhluk-Nya.
Lika-liku ruas jalan yang kita lalui, menghadapkan kita kepada satu arah
tujuan hidup kepada jalan yang hakiki (kembali kepada Allah), sering
diperadapkan pada duah persimpangan kekiri atau jalan yang kekanan, jika kaki
terletih dalam melangkangkah mungkin kita perlu istirahat sejenak untuk
menghilangkan rasa letih tersebut, atau mungkin kita butuh kepada seoarang
sahabat yang akan setia menemani kita dalam perjalanan hidup ini. Jika jalan
yang kita lalui penuh dengan duri-duri, maka berjalanlah dengan pelan agar
engkau tak tergores lalu singkirkan duri-duri itu sehingga suatu saat jalan
yang engkau lalui diikuti oleh seseoarang dibelakangmu dapat berjalan dengan
senang dan tampa ragu-ragu berjalan karna duri-duri itu telah kau
singkirkan.jika engkau melewati sebuah persimpangan buatlah rambu-rambu atau
tanda dipersimpangan itu agar orang tidak mengikuti jalan yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar