SELAMAT DATANG DI HALAMAN KAMI


Selamat datang di Akun kami, Semoga dapat bermamfaat bagi kita semua

Rabu, 04 Juni 2014

Cinta Kepada Allah


Oleh : Imam Al-Ghazali ra.
Bagian I 

Kecintaan kepada Allah adalah topik yang paling penting dan merupakan tujuan akhir pembahasan kita sejauh ini. Kita telah berbicara tentang bahaya-bahaya ruhaniah karena mereka menghalangi kecintaan kepada Allah di hati manusia. Telah pula kita bicarakan tentang berbagai sifat baik yang diperlukan untuk itu.
Penyempurnaan kemanusiaan terletak di sini, yaitu bahwa kecintaan kepada Allah mesti menaklukkanhati manusia dan menguasainya sepenuhnya. Kalaupun kecintaan kepada Allah tidak menguasainya sepenuhnya, maka hal itu mesti merupakan perasaan yang paling besar di dalam hatinya, mengatasi kecintaan kepada yang lain-lain. Meskipun demikian, mudah dipahami bahwa kecintaan kepada Allah adalah sesuatu yang sulit dicapai, sehingga suatu aliran teologi telah kenyataan sama sekali menyangkal, bahwa manusia bisa mencitai suatu wujud yang bukan merupakan spesiesnya sendiri. Mereka telah mendefinisikan kecintaan kepada Allah sebagai sekedar ketaatan belaka. Orang-orang yang berpendapat demikian sesungguhnya tidak tahu apakah agama itu sebenarnya.

Seluruh muslim sepakat bahwa cinta kepada Allah adalah suatu kewajiban. Allah berfirman berkenaan dengan orang-orang mukmin: “Ia mencintai mereka dan mereka mencitaiNya.” Dan Nabi saw. Bersabda, “Sebelum seseorang mencintai Allah dan NabiNya lebih daripada mencintai yang lain, ia tidak memiliki keimanan yang benar.” Ketika Malaikat Maut datang untuk mengambil nyawa Nabi Ibrahim, Ibrahim berkata: “Pernahkan engkau melihat seorang sahabat mengambil nyawa sahabatnya?” Allah menjawabnya, “Pernahkan engkau melihat seorang kawan yang tidak suka untuk melihat kawannya?” Maka Ibrahim pun berkata, “Wahai Izrail, ambillah nyawaku!”

Doa berikut ini diajarkan oleh Nabi saw. kepada para sahabatnya; “Ya Allah, berilah aku kecintaan kepadaMu dan kecintaan kepada orang-orang yang mencintaiMu, dan apa saja yang membawaku mendekat kepada cintaMu. Jadikanlah cintaMu lebih berharga bagiku daripada air dingin bagi orang-orang yang kehausan.” Hasan Basri seringkali berkata: “Orang yang mengenal Allah akan mencintaiNya; dan orang yang mengenal dunia akan membencinya.”

Sekarang kita akan membahas sifat esensial cinta. Cinta bisa didefinisikan sebagai suatu kecenderungan kepada sesuatu yang menyenangkan. Hal ini tampak nyata berkenaan dengan lima indera kita. Masing-masing indera mencintai segala sesuatu yang memberinya kesenangan. Jadi, mata mencintai bentuk-bentuk yang indah, telinga >

Cinta Kepada Allah



Bagian II
Oleh : Imam Al-Ghazali ra.


 
mencintai musik, dan seterusnya. Ini adalah sejenis cinta yang juga dimiliki oleh hewan-hewan. Tetapi ada indera keenam, yakni fakultas persepsi, yang tertanamkan dalam hati dan tidak dimiliki oleh hewan-hewan. Dengannya kita menjadi sadar akan keindahan dan keunggulan ruhani. Jadi, seseorang yang hanya akrab dengan kesenangan-kesenangan inderawi tidak akan bisa memahami apa yang dimaksud oleh Nabi saw. ketika bersabda bhwa ia mencintai shalat lebih daripada wewangian dan wanita, meskipun keduanya itu juga menyenangkan baginya. Tetapi orang yang mata-hatinya terbuka untuk melihat keindahan dan kesempurnaan Allah akan meremehkan semua penglihatan-penglihatan luar, betapa pun indah tampaknya semua itu.

Manusia yang hanya akrab dengan kesenangan-kesenangan inderawi akan berkata bahwa keindahan ada pada warna-warni merah putih, anggota-anggota tubuh yang serasi dan seterusnya, sedang ia buta terhadap keindahan moral yang dimaksudkan oleh orang-orang ketika mereka berbicara tentang orang ini dan orang itu yang memiliki tabiat baik. Tetapi orang-orang yang memiliki persepsi yang lebih dalam merasa sangat mungkin untuk bisa mencintai orang-orang besar yang telah jauh mendahului kita – seperti kata Khalifah Umar dan Abu Bakar – berkenaan dengan sifat-sifat mulia mereka, meskipun jasad-jasad mereka telah sejak dahulu sekali bercampur dengan debu. Kecintaan seperti itu tidak diarahkan kepada bentuk luar melainkan kepada sifat-sifat ruhaniah. Bahkan ketika kita ingin membangkitkan rasa cinta di dalam diri seorang anak kepada orang lain, kita tidak menguraikan keindahan luar bentuk itu atau yang lainnya, melainkan kunggulan-keunggulan ruhaniahnya.

Jika kita terapkan prinsip ini untuk kecintaan kepada Allah, maka akan kita dapati bahwa Ia sendiri sajalah yang pantas dicintai. Dan jika seseorang tidak mencintaiNya, maka hal itu disebabkan karena ia tidak mengenaliNya. Karena alasan inilah, maka kita mencintai Muhammad saw., karena ia adalah Nabi dan kecintaan Allah; dan kecintaan kepada orang-orang berilmu dan bartakwa adalah benar-benar kecintaan kepada Allah. Kita akan melihat hal ini lebih jelas kalau kita membahas sebab-sebab yang bisa membangkitkan kecintaan.

Sebab pertama adalah kecintaan seseorang atas dirinya dan kesempurnaan sifatnya sendiri. Hal ini membawanya langsung kepada kecintaan kepada Allah, karena kemaujudan asasi dan sifat-sifat manusia tidak lain adalah anugerah Allah. Kalau bukan karena kebaikanNya, manusia tidak akan pernah tampil dari balik tirai ketidak-maujudan ke dunia kasat-mata ini. Pemeliharaan dan pencapaian kesempurnaan manusia juga sama sekali tergantung para kemurahan Allah. Sungguh aneh jika

Ashabul Kahfi



Tujuh pemuda beriman ditidurkan oleh Allah SWT selama tiga abad lebih. Bukti kekuasaan-Nya, Yang Maha Berkuasa Menghidupkan dan Maha Mematikan.
Pesta hari itu sangat meriah, seluruh penduduk Negeri Upsus, di pinggiran Kota Amman, Yordania, berpesta pora. Hidangan melimpah ruah. Ada riwayat yang mengungkapkan, peristiwa itu berlangsung puluhan tahun setelah zaman Nabi Isa. Di zaman Islam, Negeri Upsus berganti nama menjadi Tharsus.
Sejumlah patung dan berhala itu tak cuma dihias, tapi juga dipuja, dihormati dan disembah seolah-olah benda mati itulah yang telah memberikan segalanya kepada mereka. Mereka memang pemuja berhala, agama warisan nenek moyang.
Di antara ribuan orang itu, tampak seorang pemuda kaya yang salah tingkah. Dalam hatinya ia tidak mau mengikuti ritus pemujaan berhala, tapi ia tak berani berterus terang. Ia tak habis pikir, mengapa patung buatan manusia itu disembah sendiri oleh pembuatnya.
Agar tidak menarik perhatian, dia menyingkir ke suatu tempat tak jauh dari pusat keramaian, berlindung di bawah sebatang pohon rindang. Saat itu suhu udara memang sangat panas. Ia mendongakkan kepala, melihat dedaunan, awan yang bergerak dan menggelantung di langit, sementara matahari terus memancarkan cahayanya.
Keberadaan benda-benda di atas kepalanya itu mengusik hatinya. Pohon tempat ia berteduh tersebut pasti butuh air untuk tumbuh, “Tapi bagaimana ia bisa mengisap air? Itu semua pasti ada yang membuat, tapi pasti bukan manusia. Siapakah yang membuat semua itu?” tanyanya dalam hati.
Tengah termenung seperti itu, ia dihampiri seorang pemuda kaya yang lain. Agaknya pemuda itu mempunyai problem yang sama. Dan tak lama kemudian datang lagi lima pemuda lain dengan kegalauan yang sama. Merasa senasib dan sependeritaan, mereka pun berdiskusi. “Siapakah gerangan pencipta benda-benda di sekitar kita, selain patung yang disembah itu?”
Hampir setiap hari mereka mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang rumit tadi. Hari-hari mereka dihabiskan untuk menyepi. Pada saat itulah Allah SWT membimbing mereka untuk bermunajat kepada-Nya. Tapi lama kelamaan perilaku mereka diketahui oleh Raja Upsus. Raja yang sangat zalim itu berniat menghukum mereka seberat-beratnya. Raja menganggap, mereka telah menyeleweng dari ajaran agama nenek moyang. Mereka harus ditangkap dan digantung!

Merendahkan Martabat

Ketujuh pemuda (Ashabul Kahfi)  itu ditangkaplah. Tapi di hadapan Raja, mereka tidak bisa bilang apa-apa karena mereka sendiri sedang mencari jawaban atas pertanyaan yang sangat rumit. Namun Allah telah menetapkan hati mereka dengan keteguhan iman, sehingga mereka berani berkata dengan tegas. “Para penyembah berhala tidak punya pikiran sehat. Mereka hanya meniru, tidak pernah menggunakan akal sehat. Masa benda buatan manusia disembah sendiri? Kalau kami menyembah berhala, berarti merendahkan martabat diri dan Raja.”
“Lebih baik kamu pikirkan dulu, jangan sembarang menjawab pertanyaanku, pulanglah dulu, kembalilah lagi minggu depan,” ujar Raja.
Sejak itu ketujuh pemuda tersebut lebih sering lagi bertemu untuk membicarakan perintah sang Raja. “Kalau kita kembali istana, berarti sama saja dengan menyerahkan nyawa. Lebih baik kita pertahankan pendirian dengan segala daya upaya. Kita harus menyingkir, entah kemana,” kata mereka bersepakat. Maka mereka pun memutuskan pergi ke sebuah tempat dan bersembunyi di sana.
Tanpa sepengetahuan Raja dan keluarga masing-masing, mereka pergi ke hutan, mendaki gunung, mencari gua yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Di tengah perjalanan, mereka disusul oleh seekor anjing milik salah seorang dari mereka. Anjing inilah yang kemudian menjaga di mulut gua ketika gua itu telah ditemukan dan dijadikan sebagai tempat persembunyian.
Kebetulan di dalam gua itu ada pohon yang rindang dan sebuah mata air. Ke sanalah mereka melepaskan penat setelah berjalan berhari-hari sambil menyantap buah-buahan dan minum dari mata air itu, setelah itu mereka tidur lelap karena kelelahan.
Ternyata mereka tidur nyenyak sekali, sehingga tidak merasakan apa yang terjadi di sekelilingnya. Mereka baru terbangun ketika sinar matahari menerobos gua dan memancarkan sinarnya yang hangat menyengat tubuh mereka. Dan ketika kemudian mereka bangkit, ternyata keadaan di sekeliling telah berubah sama sekali. Bahkan anjing sang penjaga pun sudah tak dapat mereka temukan, raib entah kemana.
“Rasanya kita baru tidur setengah hari,” kata salah seorang di antara mereka. “Ketika kita tadi tidur masih pagi, tapi sekarang matahari masih juga di atas sana.”
“Namun kalau kita rasakan laparnya, rasanya kita sudah tidur seharian,” ujar yang lain.
“Sebaiknya kita tidak bertengkar,” kata yang lain lagi, “lebih baik kita cari makanan di luar. Siapa yang mau keluar? Tapi, harus berhati-hati agar tidak diketahui orang lain atau tentara Upsus, mereka pasti masih mencari-cari kita.”
Dengan perasaan waswas, salah seorang dari tujuh pemuda itu memberanikan diri keluar dari gua untuk mencari makanan. Dia heran, sebab Kota Upsus telah berubah total sehingga tidak bisa dikenal lagi. Namun kelaparan mengharuskan dia terus berjalan.
Ketika sampai di sebuah pasar, ia minta dibungkuskan makanan, namun ketika membayar, ditolak, karena uangnya idak dikenal. “Ini uang kuno, tiga abad yang lalu,” kata si penjual makanan, “Sekarang sudah tidak berlaku lagi,” tapi si penjual masih berbaik sangka. Ia mengira si pembeli menemukan uang kuno. Justru si pembeli yang ngotot, bahwa uang itu baru diterimanya kemarin dari keluarganya.
Akhirnya terjadi keributan, sehingga menarik perhatian orang lain dan jadi tontonan orang banyak. “Ada orang purba keluyuran di jalanan,” pikir mereka. Karena ketakutan pemuda itu berusaha melarikan diri, tapi dicegah oleh banyak orang. Mereka berpikir pemuda itu pasti punya harta karun yang lain.
Akhirnya pemuda itu bercerita kepada orang-orang yang mengerumuninya, katanya ia dan teman-temannya terpaksa bersembunyi di dalam gua, karena terancam akan dibunuh oleh Raja Upsus sehubungan dengan keyakinannya yang tak mau menyembah berhala. Tapi bagi orang-orang yang mengerumuninya, cerita itu telah menjadi dongeng, karena telah berlangsung lebih dari tiga abad yang silam.
“Jangan khawatit, ujar salah seorang dari orang-orang yang mengerumuninya itu. “Raja Upsus yang zalim, yang kamu ceritakan itu, telah meninggal 300 tahun yang silam. Sedangkan Raja kami yang sekarang orangnya beriman seperti kamu, alim dan bijaksana. Bawalah teman-temanmu kemari untuk menghadap Raja.” Si pemuda pun baru sadar, dia dan keenam temanya telah menghuni gua – dalam keadaan tidur – selama tiga abad. Rentang waktu tidur tujuh orang manusia yang tak terbayangkan.
Ketika berita itu sampai kepada Raja Upsus, ia menyatakan bersedia menyambut mereka bertujuh di Istana. Maka, mereka pun disambut laksana tamu agung, dan mendapat tempat yang layak di Istana. “Kami bersyukur, rakyat dan Raja Upsus adalah orang-orang yang beriman kepada Allah SWT,” kata mereka. “Kami doakan, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada Raja dan negeri Upsus dan mengizinkan kami kembali ke haribaan-Nya.”

Dan tak lama kemudian, mereka menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan tenang, setenang-tenangnya. (Al-Kahfi: 9-26).


Referensi Cerita Alkisah Nomor 25 / 6 –19 Des 2004

BERSATU DALAM KEBAIKAN MENUJU JALAN ALLAH



AHAD 19 RHAMADAN 1434 H


Dengan menyebut nama ALLAH yang Agung dan Maha Penolong bagi Hamaba-hamba-Nya, dan Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan alam Baginda Nabi kita sekalian Muhammad, saw.

Wahai saudaraku…

Ketahuilah amirulmukminin diutus diantara kalian sebagai pemimpin kalian, ulama diciptakan ditengah-tengah kalian untuk membimbingmu menuju jalan keselamatan dunia dan akhirat, jika pemimpin-pemimpin berlaku zholim jangan menyalahkan mereka, karna Allah Azza wa Jalla Maha mengetahui apa-apa yang kalian kerjakan dan segala sesuatu yang kalian bisikkan dalam hati kalian, jika hati kalian jauh dari cahaya illahi dan iman maka Allah akan mengutus diantara kalian pemimpin yang berlaku zholim, tetapi jika perbuatan kalian berlaku sesuai apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Alhadist dan hati kalian penuh dengan cahaya illahi dan kesempurnaan iman, maka Allah akan mengutus pemimpin yang bijaksana dan berhati lembut dan lapang dada. Perbaikilah Akhlak kalian dan berlaku taatlah kepada perintah Allah Azza wa Jalla membukakan dan memberikan jalan kemudahan didunia dan Akhirat.

Wahai keluargaku….

Ketahuilah olehmu jika telah datang ajakan pada kalian dari ulama-ulama dan para pejuang dijalan kebenaran yang mensyi`arkan Agama Allah Azza wa Jalla, maka bersegeralah lapangkan majlis dan rasakanlah Rahmat dan kelapangan, serta kedamaian dalam dada kalian, karna sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menunjukan jalan kebaikan kepadamu sehingga engkau masuk dengan Rahmat Allah Azza wa Jalla kedalam golongan hamba-hamba-Nya yang sholeh. Janganlah kalian berlaku aniaya terhadap diri kalian dengan membutakan matahati dan telinga hati kalian sehingga Allah Azza wa Jalla menutup dan membutakan kalian didunia dan lebih buta dan tersesat diakhirat kelak, jangan jadikan kening-kening kalian ditulis oleh Allah Azza wa Jalla sebagai mahkluk yang buta segala-galanya.

Wahai keluargaku….

Bukankah telah sampai kepada kalian firman Allah Azza wa Jalla untuk menjaga diri kalian dan keluargamu dari siksa api neraka, maka kewajiban atasmu sebagai pemimpin-pemimpin dalam keluarga kalian untuk mengarahkan dan membimbing mereka kepada jalan kebenaran, jika keterbatasan ilmu menutupi langkahmu maka dekatkan dirimu dan keluarga kepada ulama-ulama sehingga terbuka bagimu ilmu dunia dan ilmu akhirat, zhahir dan bathin sehingga lepaslah kewajibanmu sebagai khalifah dimuka bumi.bukankan pertanggung jawaban tentang perbuatanmu sendiri saja engkau sangsikan, apalagi kamu akan tetpa berlaku zholim atas dirimu sekalian dan mengabaikan tujuan hidupmu untuk mengahadapi kehidupan yang lebih kekal lagi di akhirat kelak.

Renungkan olehmu wahai Sahabatku

Apakah sudah siap bekalmu untuk dirimu dan keluargamu untuk menempuh kehidupan yang lebih pasti kekal dan panjang, bukankan jika bekal makanamu dalam mengarungi kehidupan ini, engkau cari dengan bersusah payah, keluar pagi dan pulang petang untuk menafkahi jasadmu dan keluargamu, engaku rela sebagai buruh-buruh kasar agar dapat melihat senyum istri dan anak-anak kalian, dengan segudang harapan dan impian engkau bekerja siang dan malam, tapi engkau lupa kepada bekalmu dihari kemudian, kalian ingin menjadi kaya raya dan menumpuk-numpuk harta, saling bersaing menunjuk diri kalianlah yang paling mempunyai segalanya, tapi apa kalian tidak sadar kehancuran diri buat kalian dan keluarga kalian. Jika datang kepadamu seoarang fakir, peminta-minta, dan amil-amil meminta sedekah kepada kalian kalian enggan untuk mengeluarkan karna kalian berfikir telah bersusah payah mengumpulkan, lalu dalam hati kalian berkata cukup dengan ibadahku saja aku masuk surga, kenapa kalian begitu menjamin hal itu kepada diri kalian, apa jaminan jika seluruh amal kalian telah diterima disisi Allah Azza wa Jalla, apakah kalian telah merasa cukup untuk bekal kalian sehingga kalian berlaku sombong dan kikir terhadap mereka.

Ketahuilah Wahai Saudaraku..

Jika bukan karna orang-orang Miskin yang taat, Orang-orang Alim dan ulama mungkin telah turun azab kepada kalian karna pebuatan kalian yang begitu sombong yang merasa kehidupan ini kalian yang miliki, kesenangan yang kalian peroleh, untuk berfoya-foya didunia ini, serba berkecukupan akan menjamin kalian untuk selamat dalam menempuh alam barzah dan akhirat. Beristigfarlah memohon ampunan Allah Azza wa Jalla, dan segeralah tunaikan kewajiban kalian dalam mengabdi kepada Allah Azza wa Jalla.

BERDIRI PADA JIWA YANG TELAH TIADA





Dengan menyebut Nama Allah yang maha Agung dan lagi MAha Penolong dan sang kekasih junjungan Nabi Muhammad,saw semoga syafaat-Nya selalu tercurahkan mulai dari dunia ini hingga yaumul kinyamah.

Wahai jiwa-jiwa yang menegembara, kapankah kau akan akhiri perjalan pengembaraanmu, masihkah kau menganggap dirimu ada disaat semua telah ditakdirkan tiada bagimu, masihkah kau memiliki hidup disaat yang abadi itu hanya milik Yang MAha Kekal Allah Rabbul Izati, masihkah yang bahru itu menutup mata hatimu, menutup pendengaran batinmu, bukankah semua nyata atas pengakuanmu bahwa tiada yang engkau miliki melainkan kita semua berada dalam gengaman kekuasaan-Nya.

Titisan kalam ilmu yang ada pada mu tidak ubahnya seperti seberkas cahaya lilin didalam gua yang gelap gulita, yang menerangi dirimupun tak mampu, masihkah engkau akan berjalan mengandalkan langkah dan pengetahuai indrawimu sebagai makhluk yang lemah dan tak berdaya, masihkah engkau merasa bahwa semua yang engkau bangkakan akan meninggalkanmu disaat yang berkehendak tak lagi berkendak atas kehidupanmu, disaat dia menunjukkan kekuasaa-Nya bahwa dirimulah yang kalah, lalu apa yang engakau banggakan.

Wahai sauadaraku, berjalanlah dalam ketiadaanmu, duduklah dalam duduk-Nya berdirilah saat dia kehendaki dirimu berdiri, jangan kau sekuttukan atas segala sesuatau baik dengan ucapan ataupun dengan perbuatanmu seperti kata zikrullah yang selalu mengalir dengan lisanmu LAA ILLA HA ILLALLAH