SELAMAT DATANG DI HALAMAN KAMI


Selamat datang di Akun kami, Semoga dapat bermamfaat bagi kita semua

Jumat, 06 Juni 2014

KEBIMBANGAN

Pondok Pesantren Awaluddin Kuo



Dalam kebimbangan ada sebuah harapan yang timbul dari sebuah keyakinan dan harapan yang akan membawa kita kearah keberhasilan, jika engkau telah letih berharap dan tak tau arah jalan tujuan hidup sementara sejuta masalah didepanmu harus engkau selesaikan. Yang menurutmu dan semua orang takkan mampu engkau menyelesaikannya. Tapi ketahuilah itu adalah sebuah ujian dari Allah swt, yang menguji keyakinanmu, tapi yakinlah wahai saudaraku Allah takkan memberikan ujian diluar kemampuan hambaNya dan yakinkan dalam relung hatimu yang paling dalam dan lembut bahkan perasaanmupun tak mampu untuk menjangkaunya, kuatkan keimananmu karna dengan kesabaran dan keihklasan maka Allah swt akan menaikkan derajatmu dan menyempurnakan ibadahmu.

Setiap masalah yang engkau hadapi selalu katakan, Wahai Engkau yang memiliki kerajaan langit dan bumi, dunia dan Akhirat, yang tak pernah memilih suatu pilihan dan yang tak pernah kekurangan sesuatu apapun yang tak pernah butuh apapun dari hambaMu ini, semua ini dariMu dan akan kembali jua kepadaMu. Tarik nafasmu dalam-dalam dan katakan didalam jantung sanubarimu, Engkaulah yang lebih mengetahui dari pada diriku, Engkau maha adil dan bijaksana maka ampuni kami atas segala kesalahan kami.

Perjalan hidup tidak lepas dari dua buah persimpangan kekiri dan kekanan, mendaki dan menurun, karna hidup ini adalah ujian bagi hamba-hamba-Nya yang telah menyatakan diri berjalan pada jalanNya dan menuju pada khadiratNya. Terkadang dalam perjalan kita diuji dengan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan sehingga membuat goncangan dan kebimbangan melanda jiwamu, lalu keputus asaanpun menghapiri hatimu, sehingga engkau hamiri diriNya yang senantiasa menemanimu. Janganlah berfikir su uzon terhadap ketentuan perjalanan hidupmu karna Dialah yang maha tau dan Maha Bijaksana.semoga Allah mengampuni hambaNya yang senantiasa berbuat zholim kepada diri mereka sendiri.

Cinta Kepada Allah

Oleh : Imam Al-Ghazali ra

 Pondok Pesantren Awaluddin Kuo

Bagian ke IV



Memang ini adalah suatu masalah yang agak berbahaya untuk diperbincangkan, karena hal ini berada di balik pemahaman orang-orang awam. Seseorang yang cerdas sekalipun bisa tersandung dalam membicarakan soal ini dan percaya pada inkarnasi dan kersekutuan dengan Allah. Meskipun demikian, “persamaan” yang maujud di antara manusia dan Allah menghilangkan keberatan para ahli Ilmu Kalam yang telah disebutkan di atas itu, yang berpendapat bahwa manusia tidak bisa mencintai suatu wujud yang bukan dari spesiesnya sendiri. Betapa pun jauh jarak yang memisahkan mereka, manusia bisa mencintai Allah karena “persamaan” yang disyaratkan di dalam sabda Nabi: “Allah menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diriNya sendiri.”

Menampak Allah

Semua muslim mengaku percaya bahwa menampak Allah adalah puncak kebahagiaan manusia, karena hal ini dinyatakan dalam syariah. Tetapi bagi banyak orang hal ini hanyalah sekedar pengakuan di bibir belaka yang tidak membangkitkan perasaan di dalam hati. Hal ini bersifat alami saja, karena bagaimana bisa seseorang mendambakan sesuatu yang tidak ia ketahui? Kami akan berusaha untuk menunjukkan secara ringkas, kenapa menampak Allah merupakan kebahagiaan terbesar yang bisa diperoleh manusia.

Pertama sekali, semua fakultas manusia memiliki fungsinya sendiri yang ingin dipuasi. Masing-masing punya kebaikannya sendiri, mulai dari nafsu badani yang paling rendah sampai bentuk tertinggi dari pemahaman intelektual. Tetapi suatu upaya mental dalam bentuk rendahnya sekalipun masih memberikan kesenangan yang lebih besar daripada kepuasan nafsu jasmaniah. Jadi, jika seseorang kebetulan terserap dalam suatu permainan catur, ia tidak akan ingat makan meskipun berulang kali dipanggil. Dan makin tinggi pengetahuan kita makin besarlah kegembiraankita akan dia. Misalnya, kita akan lebih merasa senang mengetahui rahasia-rahasia seorang raja daripada rahasia-rahasia seorang wazir. Mengingat bahwa Allah adalah obyek pengetahuan yang paling tinggi, maka pengetahuan tentangNya pasti akan memberikan kesenangan yang lebih besar ketimbang yang lain. Orang yang mengenal Allah, di dunia ini sekalipun, seakan-akan merasa telah berada di surga “yang luasnya seluas langit dan bumi”; surga yang buah-buahnya sedemikian nikmat, sehingga tak ada seorang pun yang bisa mencegahnya untuk memetiknya; dan surga yang tidak menjadi lebih sempit oleh banyaknya orang yang tinggal di dalamnya.

Tetapi nikmatnya pengetahuan masih jauh lebih kecil daripada nikmatnya penglihatan, persis seperti kesenangan kita di dalam melamunkan orang-orang yang kita cintai jauh lebih sedikit daripada kesenangan yang diberikan oleh penglihatan langsung akan mereka. Keterpenjaraan kita di dalam jasad yang terbuat dari lempung dan air ini, dan kesibukankita dengan ihwal inderawi, menciptakan suatu tirai yang menghalangi kita dari menampak Allah, meskipun hal itu tidak mencegah kita dari memperoleh beberapa pengethuan tentangNya. Karena alasan inilah, Allah berfirman kepada Musa di Bukit Sinai: “Engkau tidak akan bisa melihatKu.”
 
Baca Juga :
1. Cinta kepada Allah bagian ke I
2. Cinta kepada Allah bagian ke II
3. Cinta kepada Allah bagian ke III
 

Cinta Kepada Allah

Oleh : Imam Al-Ghazali ra



seseorang mencari perlindungan dari panas matahari di bawah bayangan sebuah pohon dan tidak bersyukur kepada pohon yang tanpanya tidak akan ada bayangan sama sekali. Sama seperti itu, kalau bukan karena Allah, manusia tidak akan maujud (ada) dan sama sekali tidak pula mempunyai sifat-sifat. Oleh sebab itu ia akan mencintai Allah kalau saja bukan karena kemasabodohan terhadapNya. Orang-orang bodoh tidak bisa mencintaiNya, karna kecintaan kepadaNya memancar langsung dari pengetahuan tentangNya. Dan sejak kapankah seorang bodoh mempunyai pengetahuan?

Sebab kedua dari kecintaan ini adalah kecintaan manusia kepada sesuatu yang berjasa kepadanya, dan sebenarnyalah satu-satunya yang berjasa kepadanya hanyalah Allah; karena, kebaikan apa pun yang diterimanya dari sesama manusia disebabkan oleh dorongan langsung dari Allah. Motif apa pun yang menggerakkan seseorang memberikan kebaikan kepada orang lain, apakah itu keinginan untuk memperoleh pahala atau nama baik, Allah-lah yang mempekerjakan motif itu.

Sebab ketiga adalah kecintaan yang terbangkitkan oleh perenungan tentang sifat-sifat Allah, kekuasaan dan kebijakanNya, yang jika dibandingkan dengan kesemuanya itu kekuasaan dan kebijakan manusia tidak lebih daripada cerminan-cerminan yang paling remeh. Kecintaan ini mirip dengan cinta yang kita rasakan terhadap orang-orang besar di masa lampau, seperti Imam Malik dan Imam Syafi’i, meskipun kita tidak pernah mengharap untuk menerima keuntungan pribadi dari mereka. Dan oleh karenanya, cinta ini merupakan jenis cinta yang lebih tak berpamrih. Allah berfirman kepada Nabi Daud, “AbdiKu yang paling cinta kepadaKu adalah yang tidak mencariku karena takut untuk dihukum atau berharap mendapatkan pahala, tetapi hanya demi membayar hutangnya kepada KetuhananKu.” Di dalam Injil tertulis: “Siapakah yang lebih kafir daripada orang yang menyembahKu karena takut neraka atau mengharapkan surga? Jika tidak Kuciptakan semuanya itu, tidak akan pantaskah Aku untuk disembah?”

Sebab keempat dari kecintaan ini adalah “persamaan” antara manusia dan Allah. Hal inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi saw.: “Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diriNya sendiri.” Lebih jauh lagi Allah telah berfirman: “Hambaku mendekat kepadaKu sehingga Aku menjadikannya sahabatKu. Aku pun menjadi telinganya, matanya dan lidahnya.” Juga Allah berfirman kepada Musa as.: “Aku pernah sakit tapi engkau tidak menjengukku!” Musa menjawab: “Ya Allah, Engkau adalah Rabb langit dan bumi; bagaimana Engkau bisa sakit?” Allah berfirman: “Salah seorang hambaKu sakit; dan dengan menjenguknya berarti engkau telah mengunjungiKu.” Bersambung

 Baca Juga :