SELAMAT DATANG DI HALAMAN KAMI


Selamat datang di Akun kami, Semoga dapat bermamfaat bagi kita semua

Senin, 26 Mei 2014

Anjuran untuk Berbakti kepada Orang tua dalam Al Quran

Para pembaca yang dicerahkan hatinya, menyambung lagi artikel sebelumnya mengenai berbakti kepada orang tua Part 2, silahkan buka artikel sebelumnya: Memaknai berbakti kepada orang tua.
Dan di edisi kali ini akan lebih banyak menampilkan dalil dari Al-Qur’an yang menggambarkan betapa pentingnya berbakti kepada orang tua. Sebelum itu mari lihat pengertian dari berbakti kepada orang tua.



“Birrul walidaini” yaitu ihsan atau berbuat baik dan bakti kepada orang tua dengan memenuhi hak-hak kedua orang tua serta menaati perintah keduanya selama tidak melanggar syariat.


Lawan katanya yaitu “Aqqul walidaini”, yaitu durhaka kepada orang tua dengan melakukan apa yang menyakiti keduanya dengan berbuat jahat baik melalui perkataan ataupun perbuatan serta meninggalkan kebaikan kepada keduanya.


Hukum bakti kepada orang tua wajib ‘ainiy (mutlak) sedangkan durhaka kepada keduanya haram.


Bagaimana berbakti kepada orang tua menurut Al-Qur’an, sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an berikut :


1. Perkataan “Ah” saja termasuk suatu dosa kepada orang tua apalagi, membentak, memukul, atau hal lainnya yang lebih kejam. Selain itu juga perlu berlemah lembut kepada orang tua selalu mendoakan keduanya agar dikasihi oleh Allah SWT.


وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنْ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا .الإسراء 23- 24  


Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra(17):23)


 “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Al Isra(17):24)


2. Perintah berbakti kepada orang tua setelah perintah untuk beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukannya. Hal ini menggambarkan pentingnya berbakti kepada orang tua. Dalam ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa bersyukur kepada orang tua (dengan berbakti kepada keduanya) merupakan kesyukuran kepada Allah SWT, karena Allah menciptakan semua manusia dari rahim orang tua.


قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا .الأنعام : 151


yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, (Al-An’am 151).


3.  Meskipun orang tua menyuruh kepada suatu perbuatan yang menyekutukan Allah SWT, atau orang tua tersebut masih belum memeluk Islam, sikap berbakti kepada orang tua tetap menjadi suatu kewajiban oleh seorang anak tanpa harus mematuhi perintah mereka yang menyalahi syariat.


وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ  [ لقمان 15


15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.


4.  Jasa orang tua terutama ibu diungkapkan dalam suatu ayat Al-Qur’an, dimana seorang ibu rela berkorban dalam mengandung anaknya, kemudian menyusuinya. Semua jasa orang tua di kala anak masih kecil dan lemah perlu diingat dan dikenang untuk selamanya.


وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنْ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ [ لقمان 14 ]


14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.


Untuk menutup part 3, ada sebuah kisah nyata yang diceritakan Rasulullah SAW, mengenai 3 orang yang terjebak dalam gua, kemudian berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amal saleh yang mereka lakukan agar Allah berkenan menolong mereka dari gua yang tertutupi batu-batu.


Salah satu orang dari mereka menyebutkan bahwa amal shalehnya ialah “aku memiliki orang tua yang telah usia lanjut, dan aku selalu mendahulukan kepentingan mereka dibandingkan keluarga dan hartaku, aku biasanya membawakan minuman (susu) bagi mereka dan tidak membiarkan siapapun meminumnya kecuali setelah mereka minum. Apabila ini merupakan merupakan amal shaleh yang mengharap ridha-Mu maka keluarkanlah kami dari gua ini."


Pada akhir cerita, setelah setiap orang menceritakan amal shalehnya maka akhirnya pintu gua yang tertutupi bebatuan akhirnya terbuka dan mereka akhirnya keluar dengan selamat.


Marilah para sahabat kita merawat orang tua kita sebaik-baiknya, dan senantiasa mendahulukan kepentingan mereka.  Merupakan suatu kesalahan bila terlalu memanjakan anak dan pasangan tetapi mengacuhkan kepentingan orang tua yang seharusnya dijunjung tinggi dalam suatu keluarga. Orang tua memang membutuhkan materi (uang) tetapi masih ada yang lebih penting bagi mereka yaitu kasih sayang. Menyapa, menanyakan kabar mereka, kesehatan mereka, apa yang mereka inginkan merupakan suatu hal sepele namun berarti besar bagi mereka.
Penulis: Azhar Alam
Artikel: www.solusiislam.com 
http://www.solusiislam.com/2013/05/anjuran-untuk-berbakti-kepada-orang-tua.html

Menggapai Ridha Allah Dengan Berbakti Kepada Orang Tua

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka meninggalkan kewajiban ini. Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua orang tua, maka masalah ini perlu dikaji secara khusus.

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Seperti tersurat dalam surat al-Israa' ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa' : 23-24]

Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa' ayat 36:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa' : 36]

Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8] Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.

ANJURAN BERBUAT KEPADA KEDUA ORANG TUA BAIK DAN LARANGAN DURHAKA KEPADA KEDUANYA
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa Jalla).

Sedangkan 'uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA
1. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.

سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ [2]

2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ

“Darii ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [3]

3. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.

Haditsnya sebagai berikut:

انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيْتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوْهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهَا الْغَارَ. فَقَالُوْا : إِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوْا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اَللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ أَغْبِقُ قَبْلَ هُمَا أَهْلاً وَ لاَ مَالاً، فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْئٍ يَوْمًا فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَ فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ. فَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْمَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَيَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هَذِه الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا

“ ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”[4]

4. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.” [5]

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.

5. Akan Dimasukkan Ke Surga Ooleh Allah ‘Azza wa Jalla
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan meng-hindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.

BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
2. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
3. Membentak atau menghardik orang tua.
4. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
5. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
6. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
7. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
8. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
9. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.

BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita

2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.

3. Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (som-bong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.

4. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.

5 . Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:

رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا

“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”

Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.

APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Maka yang harus kita lakukan adalah:
1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat dur-haka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya.
5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin.

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
_______
Footnote
[1]. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 527), Muslim dalam Kitabul Iman (no. 85), an-Nasa-i (I/292-293), at-Tirmidzi (no. 173), ad-Darimi (I/278), Ahmad (I/351, 409, 410, 439).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 2), Ibnu Hibban (no. 2026 al-Mawaarid), at-Tirmidzi (no. 1899), al-Hakim (IV/151-152), ia menshahihkan atas syarat Muslim dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Syaikh al-Albani rahimahullaah mengatakan hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua (al-Hakim dan adz-Dzahabi). Lihat Shahiih Adabul Mufrad (no. 2).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2272), Fathul Baari (IV/449), Muslim (no. 2743), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5985, 5986), Muslim (no. 2557), Abu Dawud (no. 1693), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.

Sumber:http://almanhaj.or.id/content/2123/slash/0/menggapai-ridha-allah-dengan-berbakti-kepada-orang-tua/

Kisah Sebuah Doa Dari Sedekah Yang Ikhlas

Hurairah r.a. berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, Seorang laki-laki dari Bani Israil telah berkata, Saya akan bersedekah. Maka pada malam hari ia keluar untuk bersedekah. Dan ia a telah menyedekahkannya (tanpa sepengetahuannya) ke tangan seorang pencuri. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan peristiwa itu, yakni ada seseorang yang menyedekahkan hartanya kepada seorang pencuri.

Maka orang yang bersedekah itu berkata, Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah jatuh ke tangan seorang pencuri. Kemudian ia berkeinginan untuk bersedekah sekali lagi. Kemudian ia bersedekah secara diam-diam, dan ternyata sedekahnya jatuh ke tangan seorang wanita (ia beranggapan bahwa seorang wanita tidaklah mungkin menjadi seorang pencuri). Pada keesokan paginya, orang-orang kembali membicarakan peristiwa semalam, bahwa ada seseorang yang bersedekah kepada seorang pelacur. Orang yang memberi sedekah tersebut berkata, Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah sampai ke tangan seorang pezina.

Pada malam ketiga, ia keluar untuk bersedekah secara diam-diam, akan tetapi sedekahnya sampai ke tangan orang kaya. Pada keesokan paginya, orang-orang berkata bahwa seseorang telah bersedekah kepada seorang kaya. Orang yang telah memberi sedekah itu berkata, Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Sedekah saya telah sampai kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya. Pada malam berikutnya, ia bermimpi bahwa sedekahnya telah dikabulkan oleh Allah swt. Dalam mimpinya, ia telah diberitahu bahwa wanita yang menerima sedekahnya tersebut adalah seorang pelacur, dan ia melakukan perbuatan yang keji karena kemiskinannya. Akan tetapi, setelah menerima sedekah tersebut, ia berhenti dari perbuatan dosanya.

Orang yang kedua adalah orang yang mencuri karena kemiskinannya. Setelah menerima sedekah tersebut, pencuri tersebut berhenti dari perbuatan dosanya. Orang yang ketiga adalah orang yang kaya, tetapi ia tidak pernah bersedekah. Dengan menerima sedekah tersebut, ia telah mendapat pelajaran dan telah timbul perasaan di dalam hatinya bahwa dirinya lebih kaya daripada orang yang memberikan sedekah tersebut. Ia berniat ingin memberikan sedekah lebih banyak dari sedekah yang baru saja ia terima. Kemudian, orang kaya itu mendapat taufik untuk bersedekah. (HR-Bukhari)


Sumber: ayahramly.blogspot.com/search/label/Kisah Islami

Saat-Saat Kematian Datang

Ibnul Jauzy berkata; “Satu hal yang paling menarik dan menakjubkan adalah tatkala seseorang yang mati sadar di dalam kuburnya. Ia sangat terkejut dengan kondisi yang tidak bisa dilukiskan dan merasa sedih dengan kesedihan yang sangat sulit dibayangkan. Ia membayangkan masa-masanya yang telah lewat. Ia ingin agar bisa melakukan sesuatu yang belum sempat dikerjakannya dan benar-benar bertaubat. Ia hampir saja bunuh diri tatkala menjelang kematiannya. Andaikata ia mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga dari semua itu saat masih sehat, pasti ia akan melakukan amal-amalnya dengan penuh ketaqwaan.

Sesungguhnya orang yang cerdas akan selalu membayangkan saat-saat kematian tiba dan bekerja dengan tujuan-tujuan yang harus dicapainya. Andaikata ia tidak sanggup membayangkan dalam benaknya keadaan yang demikian, maka ia wajib mengekang hawa nafsunya dan berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan hidupnya. Akan tetapi, jika kesadaran itu baru datang manakala ia sudah berada di gerbang maut, saat itu pintu kesempatan telah tertutup.

Diriwayatkan dari Habib Al-Ajami, jika dia bangun pagi maka dia pasti mengatakan pada isterinya, “Jika aku mati hari ini, maka fulanlah yang harus memandikanku dan fulanlah yang harus memikul keranda mayatku.”

Ma’ruf Al-Karkhi, seorang wali terbesar, berkata kepada seorang laki-laki, “Sholat zhuhurlah bersama kami.” Orang itu berkata, “Jika sholat bersamamu saat ini, maka aku tak akan sholat asr bersamamu.”

Al-Karkhi menjawab, “Kamu berangan-angan bisa hidup sampai waktu asar nanti? Berlindunglah kepada Alloh dari panjangnya angan-angan.”

Suatu saat ada laki-laki yang membicarakan orang lain dalam ghibahnya. Berkata Ma’ruf kepadanya, “Ingatlah tatkala kapas telah diletakkan di atas kedua matamu sebelum engkau dikubur nanti.”

[Sumber: Terjemah “Shoidul Khotir” karya Ibnul Jauzy, via facebook Pustaka Ukhuwah Malang]

Ayo Berlomba Kawan ...!

Al-Imam Ibnul Jauzy berkata,

“Setiap manusia tidak boleh meninggalkan suatu keutamaan yang mungkin bisa dicapai, bahkan ia harus berusaha untuk mencapainya dengan sekuat tenaga, sebagaimana ungkapan seorang penyair.

“Jadilah lelaki dengan kaki berpijak di bumi… Namun cita-cita tergantung di langit nan tinggi…”

Jika anda memiliki kesempatan untuk melebihi para ulama dan ahli zuhud dalam hal amal, ilmu dan pandangan, lakukanlah. Toh mereka juga adalah manusia dan anda pun manusia. Tak ada orang yang duduk-duduk saja kecuali ia adalah orang yang sangat lemah kemauannya dan rendah jiwanya.

Ketahuilah bahwa anda saat ini berada dalam medan perlombaan yang harus dimenangkan. Anda harus berjuang keras karena waktu-waktu demikian kencang berjalan. Janganlah menjadi pemalas abadi, sebab lewatnya kesempatan semuanya berasal dari sikap malas.

Tak seorang pun yang sukses kecuali yang memiliki keinginan yang sangat kuat dan sungguh-sungguh.

Semangat tinggi akan menggelora dan membakar dada laksana mendidihnya air di dalam bejana, sebagaimana ungkapan seorang penyair,

“Memang aku tak punya harta kecuali gubukku..
Dari ketiadaan aku bangun hidupku…
Aku puas dengan apa yang Alloh beri…
Namun cita-citaku melangit dan terus meninggi…””

[Sumber: Terjemah “Shoidul Khotir” karya Ibnul Jauzy, via facebook Pustaka Ukhuwah Malang]

Pengalaman Hidup Ibnul Jauzi Rahimahullah

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:

”Aku pernah merasa tertekan dengan masalah yang telah menjadikanku selalu dalam kegelisahan. Aku berusaha sekuat tenaga agar terlepas dari jeratan kegelisahan itu. Tapi usaha yang kulakukan itu sia-sia. Lalu aku membaca firman Allah ini :

”Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka ia akan diberikan jalan keluar dan diberi rizki dari arah yang tidak diduga-duga.” (Ath Thalaq)

”Aku mengerti bahwa ketaqwaan merupakan jalan keluar dari seluruh kegelisahan. Maka selamaaku ada di jalan menuju taqwa, pasti kudapati jalan keluar dalam menghadap masalah apapun. Seorang makhluk tidak boleh menyandarkan diri kecuali pada Allah. Allah lah yang akan mencukupinya. Seseorang bisa melakukan usaha apapun, akan tetapi hatinya tidak boleh bergantung pada usaha itu. Hati-hatilah melanggar batasan Allah sehingga engkau menjadi hina dihadapan Allah dan kecil dihadapan makhlukNya”

Aku menemukan orang yang usianya disumbangkan untuk ilmu hingga ia tua. Tapi ia melanggar larangan Allah, maka jadilah ia dihinakan oleh Allah dan dikecilkan oleh makhluk Allah. Mereka tidak menoleh padanya meskipun ia orang yang luas ilmunya, kuat argumentasi dalam berdebat. Aku juga melihat ada orang yang berhati-hati dan merasa diawasi oleh Allah dalam hidupnya. Ia juga mengutamakan tuntunan Allah meski ia tdak sebanding ilmunya dengan orang alim tadi. Tapi Allah meninggikan kehormatannya dalam hati makhluk-Nya sehingga ia dicintai banyak orang yang karena kebaikannya.

”Aku pernah mengalami kesulitan dan kepayahan. Kemudian aku perbanyak do’a untuk memohon keselamatan dan ketenangan, tapi tampaknya do’aku tak kunjung dikabulkan sebagaimana harapanku. Jiwaku gelisah, lalu kukatakan padaNya dengan keras :

”Celakalah engkau, periksalah keadaanmu. Apakah engkau ini budak atau raja ? Tidakkah engkau tahu bahwa dunia adalah tempat ujian? Jika engkau ingin mendapat apa yang kau inginkan kemudian tidak bersabar tatkala engkau belum mencapainya, dimanakah ujian hidup itu jadinya ? Engkau telah menginginkan sesuatu yang engkau tidak tahu akibatnya. Padahal bisa saja sesuatu itu justru membahayakanmu. Allah berfirman :

”Bisa saja engkau membenci sesuatu padahal itu baik bagimu dan bisa saja engkau mencintai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Dan Allah yang Maha Mengetahui sedangkan engkau tidak mengetahui.” (Al Baqarah : 216)

”Aku mengambil manfaat dari pengalaman hidup, bahwa seseorang hendaknya tidak menampakkan permusuhan pada orang lain, sebisa mungkin. Karena seseorang mungkin tidak menyangka bila ia memerlukan orang itu untuk memberi manfaat bagi kita, setidaknya ia bisa menghindarkan bahaya.”

Saudaraku, demikianlah petikan pengalaman hidup seorang yang shalih. Betapa banyak dan dalam makna yang diungkapkan dalam perkataan Imam Ibnul Jauzi rahimahullah. Sungguh inilah wasiat dan peninggalan yang tak ternilai. Inilah sebagian cahaya yang seharusnya kita pegang dalam meniti hidup.

Al Imam Ibnul Jauzi Abu Al Faraj, yang nasabnya terhubung dengan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yakni Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu, wafat pada malam Jum’at tanggal 12 Ramadhan 597 H / 1201 M pada usianya hampir mencapai 90 tahun. Ia dimakamkan di Babul Harb dekat dengan makam Imam Besar Ahmad bin Hanbal.

Semoga Allah memberikan balasan padanya karena berbagai ilmu yang ia tinggalkan. Semoga kita diberi kekuatan tekad dan mampu mengikuti jejak para salafussholeh.[Shaidul Khatir]

Jangan Kabarkan Kepada Mereka ..

Untaian perkataan Ibnul Jauzi rahimahullah yang menggetarkan hati para dai, beliau berkata :

(Sungguh suatu hari aku di majelisku maka aku melihat di sekitarku lebih dari 10 ribu hadirin, tidak seorangpun dari mereka kecuali trenyuh/luluh hatinya atau meneteskan air mata (karena nasehat dan ceramahku). Akupun berkata pada jiwaku :

Bagaimana nasibmu jika mereka seluruhnya selamat (di akhirat) sedangkan engku celaka??. Maka akupun berucap dengan lisan perasaanku :

Wahai Tuhanku…, wahai Tuhanku… jika kelak Engkau menetapkan untuk mengadzabku maka janganlah Engkau mengabarkan kepada mereka tentang tersiksanya aku…demi untuk menjaga kemuliaanMu bukan demi aku, agar mereka tidak berkata :

Allah yang telah ditunjukan/diserukan oleh Ibnul Jauzi telah mengadzab Ibnul Jauzi) [Shoidul Khootir hal 78]

KISAH CERDIKNYA SEORANG PEMUDA YANG IKHLAS

Yang menyaksikan kisah ini berkata :
Suatu hari aku di Mekah di salah satu supermarket. Setelah aku selesai memilih barang-barang yang hendak aku beli dan aku masukan ke kereta barang maka akupun menuju tempat salah satu kashir untuk ngantri membayar. Didepanku ada seorang wanita bersama dua putri kecilnya, dan sebelum mereka ada seorang pemuda yang persis di hadapanku di posisi antrian.

Aku perhatikan ternyata setelah menghitung lalu sang kashir mengatakan, "Totalnya 145 real". Lalu sang wanitapun memasukan tangannya ke tas kecilnya untuk mencari-cari uang, ternyata ia hanya mendapatkan pecahan 50 realan dan beberapa lembar pecahan sepuluhan realan. Aku juga melihat kedua putrinya juga sibuk mengumpulkan uang pecahan realan miliki mereka berdua hingga akhirnya terkumpulah uang mereka 125 real. Maka nampaklah ibu mereka berdua kebingungan dan mulailah sang ibu mengembalikan sebagian barang-barang yang telah dibelinya. Salah seorang putrinya berkata, "Bu.., yang ini kami tidak jadi beli, tidak penting bu..".

Tiba-tiba aku melihat sang pemuda yang berdiri persis di belakang mereka melemparkan selembar uang 50 realan di samping sang wanita dengan sembunyi-sembunyi dan cepat. Lalu sang pemuda tersebut segera berbicara kepada sang wanita dengan penuh kesopanan dan ketenangan seraya berkata, "Ukhti, perhatikan, mungkin uang 50 realan ini jatuh dari tas kecilmu…".

Lalu sang pemuda menunduk dan mengambil uang 50 realan teresbut dari lantai lalu ia berikan kepada sang wanita. Sang wanitapun berterima kasih kepadanya lalu melanjutkan pembayaran barang ke kashir, kemudian wanita itupun pergi.

Setelah sang pemuda menyelesaikan pembayaran barang belanjaannya di kashir iapun segera pergi tanpa melirik ke belakang seakan-akan ia kabur melarikan diri. Akupun segera menyusulnya lalu aku berkata, "Akhi…sebentar dulu…!, aku ingin berbicara denganmu sebentar". Lalu aku bertanya kepadanya, "Demi Allah, bagaimana kau punya ide yang cepat dan cemerlang seperti tadi?"

Tentunya pada mulanya sang pemuda berusaha mengingkari apa yang telah ia lakukan, akan tetapi setelah aku kabarkan kepadanya bahwa aku telah menyaksikan semuanya, dan aku menenangkannya dan menjelaskan bahwasanya aku bukanlah penduduk Mekah, aku hanya menunaikan ibadah umroh dan aku akan segera kembali ke negeriku, dan kemungkinan besar aku tidak akan melihatnya lagi.

Lalu iapun berkata, "Saudaraku, demi Allah aku tadi bingung juga, apa yang harus aku lakukan, selama dua menit tatkala sang wanita dan kedua putrinya berusaha mengumpulkan uang mereka untuk membayar kashir…, akan tetapi Robmu Allah subhaanahu wa ta'aala mengilhamkan kepadaku apa yang telah aku lakukan tadi, agar aku tidak menjadikan sang wanita malu dihadapan kedua putrinya… Demi Allah, saya mohon agar engkau tidak bertanya-tanya lagi dan biarkan aku pergi".

Aku berkata kepadanya, "Wahai saudaraku, aku berharap engkau termasuk dari orang-orang yang Allah berfirman tentang mereka :

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (٥) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (٦) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (٧)

"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah" (QS Al-Lail 5-7)

Lalu sang pemuda itupun menangis, lalu meminta izin kepadaku dan berjalan menuju mobilnya sambil menutup wajahnya.

[Sumber:Ustadz Firanda Andirja]

Kisah Seorang Pemuda yang Kedua Ibu Bapaknya Sepasang Babi

Nabi Musa AS adalah satu-satunya nabi yang diizinkan berdialog langsung dengan Allah S.W.T Setiap kali hendak bermunajat dan berdialog dengan Allah, Nabi Musa naik ke Bukit Tursina. Di atas bukit itulah dia berdialog dengan Allah. Nabi Musa sering bertanya dan Allah menjawab saat itu juga. Inilah kelebihannya yang tidak ada pada nabi-nabi lain. Suatu hari Nabi Musa bertanya kepada Allah. “Ya Allah, siapakah orang di surga kelak yang akan menjadi sahabatku?” Allah pun menjawab dengan memberitahu sebuah nama, nama kampungnya serta tempat tinggalnya. Setelah mendapat jawaban, Nabi Musa benar-benar penasaran dengan orang itu. Betapa istimewanya dia, tidak dikenal tetapi kelak setingkat dengan Nabi di surga. Siapakah dia dan apakah amal-amalnya? Musa turun dari Bukit Tursina dan berjalan berhari-hari mencari orang itu ke tempat yang diberitahu Allah. Setelah beberapa hari dalam perjalanan akhirnya sampai juga Nabi Musa ke tempat yang dituju. Dengan pertolongan beberapa orang penduduk setempat, Musa berhasil bertemu dengan orang tersebut. Ia ternyata seorang pemuda. Setelah memberi salam, Nabi Musa dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Anehnya, pemuda itu tidak melayaninya. Dia malah masuk ke dalam bilik dan melakukan sesuatu di dalam. Sebentar kemudian dia keluar sambil membawa seekor babi betina yang besar. Babi itu dituntunnya dengan baik dan rasa hormat. Nabi Musa terkejut melihatnya. “Lho, apa-apaan pemuda itu? Ia memelihara babi di rumahnya?” Kata Nabi Musa tersentak kaget dalam hatinya penuh keheranan. Babi itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik. Setelah itu, babi itu dilap sampai kering serta dipeluk cium kemudian dihantarkan kembali ke dalam kamar. Tidak lama kemudian dia keluar lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan. Kemudian dilap hingga kering dan dipeluk serta cium dengan penuh kasih sayang. Babi itu kemudiannya dituntun diantar kembali lagi ke dalam ke kamar yang sama. Setelah selesai barulah dia melayani Nabi Musa AS. Musa bertanya heran: “Wahai anak muda! Apa agamamu sampai berbuat seperti itu kepada babi?” “Agamaku agama Tauhid. Aku beriman kepada Allah.” Jawab pemuda itu. “Tapi, mengapa kamu mengurus babi bahkan sampai seperti itu? Kita tidak boleh begitu terhadap babi.” Kata Nabi Musa. “Wahai Tuan,” kata pemuda itu, “sebenarnya kedua babi itu adalah ibu bapakku. Karena mereka melakukan dosa besar, Allah telah mengazab mereka dengan mengganti wujudnya menjadi babi. Soal dosanya itu, biarlah itu urusannya dengan Allah. Sebagai anaknya, aku tetap melaksanakan kewajibanku mengurus mereka. Hari demi hari, aku berbakti kepada kedua ibu bapakku seperti yang tuan lihat tadi. Walaupun rupa mereka sudah menjadi babi, aku tetap melaksanakan tugasku sebagai anak. Sebagai anak, aku harus begitu kepada orang tuaku. Begitulah ceritanya!” kata pemuda itu. “Setiap hari aku berdoa kepada Allah agar dosa mereka diampuni. Aku memohon supaya Allah menukarkan wajah mereka kembali menjadi manusia yang sebenarnya, tetapi Allah masih belum mengabulkan hajatku.” Tambah pemuda itu lirih, sedih dan pilu. Setelah selesai pemuda itu bercerita, ketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa AS. “Wahai Musa, inilah orang yang akan menjadi sahabatmu di surga nanti sebagai buah dari baktinya yang sangat tinggi kepada kedua orang tuanya. Ibu bapaknya yang sudah buruk rupa menjadi babi pun, dia tetap berbakti. Oleh karena itu, Kami naikkan maqamnya ke derajat yang tinggi di sisi Kami.” Kata Allah SWT. Allah meneruskan lagi memberi kabar: “Karena dia telah berada di maqam yang tinggi sebagai anak yang shaleh disisi-Ku, kini Aku kabulkan do’nya. Tempat kedua ibu bapaknya yang tadinya Aku sediakan di dalam neraka, kini telah Kupindahkan ke dalam surga.”[] Allahu Akbar ….. Hikmah: Subhanallah… hormat dan bakti anak yang shaleh serta do’anya dapat menebus dosa ibu bapaknya yang harusnya masuk ke dalam neraka dipindahkan oleh Allah ke dalam surga. Rasulullah SAW pun bersabda mengingatkan kepada kita: “Ketika meninggal dunia, semua pahala anak Adam terputus kecuali tiga hal: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendo’akan orang tuanya.” Walaupun banyak sekali dosa yang mereka lakukan, kita tidak boleh memusuhi, menjauhi, melupakan dan menelantarkannya. Kewajiban kita sebagai anak adalah berbakti dengan tulus dan ikhlas serta mendo’akannya mudah-mudahan Allah SWT mengampuninya. Kisah di atas, semoga menjadi pelajaran dan teladan buat kita.[]

Sumber: http://ayahramly.blogspot.com/search/label/Kisah%20Islami

5 KIAT AGAR DAPAT MENGETAHUI DAN MENGIKUTI KEBENARAN

Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
Ilmu itu ada 2 macam, yaitu:
Ilmu yg bermanfaat dan ilmu yg tidak bermanfaat.
Ilmu yg bermanfaat ialah apa saja yg sejalan n sesuai dengan al-Haq (kebenaran). Dan al-Haq adalah apa saja yg ditunjukkan oleh dalil-dalil syar’I dari Al-Quran, Hadits Shohih, dan ijma’ (konsensus) ulama salafus sholih dari kalangan para sahabat, tabi’in n pengikut tabi’in.
Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala di dalam surat Al-A’raaf ayat 3, dan surat Al-Hasyr ayat 7.
Berikut ini kami akan sebutkan beberapa kiat agar seorang hamba dapat mengetahui n mengikuti kebenaran:
1. Bertakwa kepada Allah ta’ala disertai keikhlasan yg murni hanya karena-Nya.
Dalilnya: firman Allah dlm surat Al-Baqarah: 282, dan Al-Anfaal: 29)
2. Banyak Berdoa, Berlindung dan merasa butuh kepada Allah ta’ala.
Dalilnya: Firman Allah dlm surat Ghofir / Al-Mu’min: 60, n hadits2 shohih yg berisi doa-doa Nabi shallallahu alaihi wasallam kpd Allah agar menunjukinya ke jalan Allah yg lurus.
3. Tadabbur (mempelajari n menghayati) Al-Quran Al-Karim dan Hadits-hadits yg Shohih.

Dalilnya: Firman Allah dlm surat Al-Isro’: 9.
4. Mengikuti Manhaj (metode/jalan/cara) para sahabat, tabi’in, n para ulama yg mengikuti jejak mereka dengan baik dalam memahami n mengamalkan ajaran Islam (Al-Quran n Al-Hadits yg Shohih).
Dalilnya: surat Al-Baqarah: 137, An-Nisa’: 115, At-Taubah: 100, dan hadits-hadits shohih yg memerintahkan kaum muslimin agar mengikuti manhaj (jalan hidup) mereka dlm beragama.
5. Berteman dengan orang sholih yang berilmu dan paham agama dengan baik dan benar
Dalilnya: surat Al-An’aam: 71, dan hadits Nabi yg menunjukkan bahwa seseorang akan berada di atas agama n manhaj teman dekatnya.
Demikian faedah ilmiyah yg dapat kami sampaikan. Smg menjadi cahaya penerang bagi kita semua agar dpt mengetahui, menerima n mengamalkan al-Haq (kebenaran) yg datang dr Allah n Rosul-Nya. (Klaten, 15 Maret 2013).
(Diterjemahkan secara ringkas dari kitab Al-Mukhtashor Al-Hatsiits Fi Bayaani Ushuuli Manhaji as-Salaf Ashhaabil Hadiits, karya syaikh ‘Isa Malullah, hal. 230-236)

(Sumber: BlackBerry Group Majlis Hadits, chat room Bening Hati. PIN: 2987565B)
http://abufawaz.wordpress.com/2013/03/19/5-kiat-agar-dapat-mengetahui-dan-mengikuti-kebenaran/

NASEHAT ALAM KUBUR

1). Aku adalah tempat yg palinggelap di antara yang gelap, maka terangilah aku dengan TAHAJUD.

2). Aku adalah tempat yang paling sempit, maka luaskanlahaku dengan ber SILATURAHIM.

3). Aku adalah tempat yang paling sepi maka ramaikanlah aku dengan perbanyak baca AL-QUR'AN.

4). Aku adalah tempatnya binatang-binatang yang menjijikan maka racunilah ia dengan Amal SEDEKAH,

5). Aku yang menyepitkanmu hingga hancur bilamana tidak Solat, bebaskan sempitan itu dengan SOLAT.

6). Aku adalah tempat untuk merendammu dengan cairan yang sangat amat sakit, bebaskan rendaman itu dengan PUASA.
.
7). Aku adalah tempat Munkar& Nakir bertanya, maka Persiapkanlah jawabanmu dengan Perbanyak mengucapkan Kalimat"LAILAHAILALLAH"

Malam Pertama Orang Beriman di Dalam Kubur

Nabi Muhammad saw bersabda dalam sebuah hadits: “Mintalah perlindungan Alloh SWT  dari siksa kubur”. Berdasarkan hadits ini, kita bisa mengartikan bahwa sesungguhnya siksaan kubur itu benar-benar ada, dan merupakan rumah pertama (tempat transit), sebelum menuju kehidupan akhirat .
Seorang hamba yang beriman, dalam masa sakaratul maut, ia akan melihat malaikat-malaikan putih turun dari langit, wajahnya cemerlang turun sambil membawa kafan putih dari surga. Kemudian malaikat duduk mengelilinginya dalam sayup-sayup putih, dan datanglah malaikat maut di atas kepalanya dan berkata dengan penuh santun dan kasih sayang, “Wahai jiwa yang tenang, keluarlah kamu dengan ampunan dan kenikmatan Alloh SWT, aku mau menjemputmu sekarang juga,  Alloh akan menggantikan rumah, istri, dan keluarga dengan yang lebih baik”.
 
Sementara malaikat-malaikat lain menunggu kedatangan ruh tersebut. Ruh seorang mukmin keluar dari jasadnya laksana air yang keluar dari keran tanpa sayatan pedih. Keluarlah bau semerbak ruh yang belum pernah tercium di bumi. Lalu dua malaikat pendamping naik melintasi jagat langit.
Sesampainya di langit pertama, malaikat pendamping meminta izin kepada malaikat penjaga, dan bertanya malaikat penjaga tersebut, siapakah kamu dan bersama siapa?. Malaikat pendamping menjawab, kami malaikat pembawa ruh dari seorang hamba yang sholeh fulan bin fulan.  Lalu malaikat penjaga itu menginjinkan masuk dan naiklah ruh beserta malaikat ke langit kedua. Kejadian ini terus berlangsung sampai ke langit tingkat tujuh dan naik lagi sampai sidratul muntaha dengan sambutan yang sebaik-baiknya dan penuh suka cita. Sampailah di suatu bangunan, dan dilanjutkan dengan pencatatan amalan untuk dikumpulkan dengan amalan para nabi dan syuhada. Selanjutnya ruh dikembalikan ke jasad di alam kubur.
Demikianlah pengalaman yang akan dialami oleh ruh seorang hamba yang beriman, ia akan menjalaninya dengan penuh kenikmatan dan suka cita. Hal ini tentunya akan sebaliknya berbeda dengan pengalaman yang akan dialami oleh orang yang tidak beriman, sebagaimana Alloh SWT berfirman dalam QS Al-A’raf 40:
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri kepadanya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit tidak tidak pula mereka masuk surga, hingga unta masuk lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan”.
 
Sumber:http://www.nasehatislam.com/?p=8

Keutamaan Berdzikir Kepada ALLAH SWT

Berdzikir adalah mengingat Allah yang kemudian mengucap kalimat-kalimat thoyyibah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Shollalllahu álaihi wassalam (mohon koreksi jika salah). Melakukan dzikir adalah suatu perbuatan yang mudah dilakukan. Namun banyak diantara kita yang kadang berat untuk melakukannya. Padahal banyak sekali faedah atau keutamaan berdzikir.

Nah, agar kita terpacu(baca:bersemangat) untuk berdzikir, maka perlu untuk kita mengetahui keutamaan-keutamaan berdzikir kepada Allah.

Berikut adalah Keutamaan-Keutamaan Berdzikir Kepada Allah dari kitab Al Wabilush Shoyyib yang ditulis oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah.


(1) mengusir setan.
(2) mendatangkan ridho Ar Rahman.
(3) menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4) hati menjadi gembira dan lapang.
(5) menguatkan hati dan badan.
(6) menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.
(7) mendatangkan rizki.
(8) orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9) mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
(11) mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.
(12) seseorang akan semakin dekat  pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya pada Alalh ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.
(13) semakin bertambah ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah.
(14) mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.
(15) meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.
(16) hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
(17) hati dan ruh semakin kuat. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.
(18) dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah disebabkan karena lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir, taubat dan istighfar.
(19) menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
(20) menghilangkan kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah.
(21) ketika seorang hamba rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
(22) jika seseorang mengenal Allah dalam  keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.
(23) menyelematkan seseorang dari adzab neraka.
(24) dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
(25) dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
(26) majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.
(27) orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
(28) akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
(29) karena tangisan orang yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat panas.
(30) sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta.
(31) dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
(32) dzikir adalah tanaman surga.
(33) pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada amalan lainnya.
(34) senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
(35) dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.
(36) dzikir adalah ro’sul umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan baginya kemudahan dzikir, maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini, maka luputlah ia dari berbagai kebaikan.
(37) dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap. Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
(38) orang yang berdzikir akan semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini adalah dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama dalam arti mengetahui atau meliputi. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)
وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah: 40)
(39) dzikir itu dapat menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, dan menunggang kuda di jalan Allah, serta juga dapat menyamai seseorang yang berperang dengan pedang di jalan Allah.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti memerdekakan 10 budak.
(40) dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).” Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’ala menggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.
(41) makhluk yang paling mulia adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah. Orang seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia pun menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
(42) hati itu ada yang keras dan meleburnya dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang ingin hatinya yang keras itu sembuh, maka berdzikirlah pada Allah.
Ada yang berkata kepada Al Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.” Al Hasan berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Karena hati  ketika semakin lalai, maka semakin keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah, lelehlah kekerasan hati tersebut sebagaimana timah itu meleleh dengan api. Maka kerasnya hati akan meleleh semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah ‘azza wa jalla.
(43) dzikir adalah obat hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati. Obat hati yang sakit adalah dengan berdzikir pada Allah.
Mak-huul, seorang tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
(44) tidak ada sesuatu yang membuat seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya selain dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya dan tertolaknya murka Allah. Allah Ta’alaberfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan syukur akan mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat semakin bertambah.
(45) dzikir menyebabkan datangnya shalawat Allah dan malaikatnya bagi orang yang berdzikir. Dan siapa saja yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah mendapatkan keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab: 41-43)
(46) dzikir kepada Allah adalah pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa berat ketika melakukan amalan taat tersebut, berbeda halnya dengan orang yang lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.
(47) dzikir pada Allah akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat akan menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada Allah benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa kesulitan.
(48) dzikir pada Allah akan menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan selalu diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan tidak pernah merasakan rasa aman.
(49) dzikir akan memberikan seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang menakjubkan. Itulah karena disertai dengan dzikir. Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang sangat menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama halnya dengan seseorang yang menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau lebih. Begitu pula di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
(50) orang yang senantiasa berdzikir ketika berada di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, gunung dan tanah, akan menjadi saksi bagi seseorang di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5)
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)
(51) jika seseorang menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji manusia, dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua kondisi tadi. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.


CATATAN PENTING:
Hendaknya kita berdzikir sesuai dengan yang diajarkan oleh Allah melalui RasulNya, agar ibadah kita bernilai atau tidak sia-sia. Ingat, Rasulullah adalah manusia yang paling bertakwa dan beliaulah yang paling tau cara ibadah kepada Allah. Sehingga jika ada yang berdzikir tidak sesuai dengan tuntunan beliau dan mengatakan dzikir tersebut adalah lebih baik (walaupun menurut kita cara apa yang dibaca itu indah dan lebih buanyaaak jumlahnya dibanding ketetapan), maka Anda harus waspada/berhati-hati. 

Amalan yang sedikit tapi sesuai dengan sunnah Nabi lebih baik dibanding Amalan yang banyak namun tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Jadi mari banyak beramal kebaikan yang sesuai dengan sunnah Nabi.

Selamat berdzikir semoga kita mendapatkan Keutamaan-Keutamaan Berdzikir Kepada Allah seperti poin-poin di atas.
Sumber:http://www.tanthowi.com/2013/12/keutamaan-faedah-berdzikir-kepada-Allah.html